Rabu, 26 Mei 2010
BATAS WILAYAH NEGARA INDONESIA
I.PENDAHULUAN Wilayah perbatasan merupakan kawasan tertentu yang mempunyai dampak penting dan peran strategis bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di dalam ataupun di luar wilayah, memiliki keterkaitan yang kuat dengan kegiatan di wilayah lain yang berbatasan, baik dalam lingkup nasional maupun regional (antar negara), serta mempunyai dampak politis dan fungsi pertahanan keamanan nasional. Oleh karena peran strategis tersebut, maka pengembangan wilayah perbatasan Indoensia merupakan prioritas penting pembangunan nasional untuk menjamin keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengenai pembentukan dan perancangan undang-undang (UU) tentang Batas Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesungguhnya sudah menjadi usul inisiatif DPR sebagai salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sangat penting pada saat ini. Tentu saja RUU itu merupakan hal baru terutama dari segi substansi dan pelaksanaan operasionalnya. Hai ini terbukti bahwa sampai sekarang Indonesia belum bisa menentukan dan menetapkan batas wilayah negaranya serta belum mempunyai UU mengenai batas wilayah negara. RUU tersebut pada prinsipnya merupakan perintah dari konstitusi negara, sebagaimana yang tercantum dalam Amendemen Kedua UUD NKRI Tahun 1945 dalam Pasal 25 A, "Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang." Hal ini menyiratkan bahwa mutlak diperlukan UU yang mengatur perbatasan sebagai dasar kebijakan dan strategi untuk mempertahankan kedaulatan NKRI, memperjuangkan kepentingan nasional dan keselamatan bangsa, memperkuat potensi, pemberdayaan dan pengembangan sumber daya alam bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia sesuai dengan UUD 1945.
II.BATAS WILAYAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik, terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batas-batas: Utara - Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan. Selatan - Negara Australia, Samudera Hindia. Barat - Samudera Hindia. Timur - Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik. Posisi geografis Indonesia terdiri atas letak astronomis dan letak geografis yang berbeda pengertian dan pandangannya. Beberapa Perundingan Perjanjian Garis Batas Wilayah Indonesia Dengan Negara Tetangga Malaysia, Thailand, Australia dan India : 1. Perjanjian RI dan Malaysia - Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan - Ditandatangai tanggal 27 oktober 1969 - Berlaku mulai 7 November 1969 2. Perjanjian Republik Indonesia dengan Thailand - Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut andaman - Ditandatangai tanggal 17 Desember 1971 - Berlaku mulai 7 April 1972 3. Perjanjian Republik Indonesia dengan Malaysia dan Thailand - Penetapan garis batas landas kontinen bagian utara - Ditandatangai tanggal 21 Desember 1971 - Berlaku mulai 16 Juli 1973 4. Perjanjian RI dengan Australia - Penetapan atas batas dasar laut di Laut Arafuru, di depan pantai selatan Pulau Papua / Irian serta di depan Pantau Utara Irian / Papua - Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971 - Berlaku mulai 19 November 1973 5. Perjanjian RI dengan Australia (Tambahan Perjanjian Sebelumnya) - Penetapan atas batas-batas dasar laut di daerah wilayah Laut Timor dan Laut Arafuru - Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971 - Berlaku mulai 9 Oktober 1972 6. Perjanjian RI dengan India - Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di wilayah Sumatera / Sumatra dengan Kepulauan Nikobar / Nicobar - Ditandatangai tanggal 8 Agustus 1974 - Berlaku mulai 8 Agustus 1974
III.KESIMPULAN Sebuah negara diakui merdeka dan berdaulat atas wilayah tertentu yang dalam hukum internasional disebut "A defined territory" atau batas wilayah tertentu yang pasti. Terkait dengan persoalan penentuan luas wilayah negara, didasarkan pada faktor-faktor tertentu yaitu: dari segi historis, politis, atau hukum. Oleh karena itu pengaturan mengenai batas wilayah ini perlu mendapat perhatian untuk menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia. Jelasnya batas wilayah NKRI sangat diperlukan untuk penegakan hukum dan sebagai wujud penegakan kedaulatan. Sebab itu UU ini sangat penting untuk dapat diselesaikan oleh DPR. Undang-undang ini harus memuat apa konsep NKRI, batas kedaulatan nasional, apa yang merupakan yurisdiksi nasional, dan apa pula yang menjadi kewajiban-kewajiban internasional yang harus dipatuhi, harus memuat definisi yang jelas tentang batas, perbatasan, wilayah perbatasan dan tapal tapal batas wilayah, siapa yang dikenakan kewajiban menjadi leading sector dalam implementasi undang-undang batas wilayah NKRI ini.
Rabu, 19 Mei 2010
Semburan lumpur Kuwu diyakini sudah ada sejak era kerajaan-kerajaan Jawa pada masa lalu. Tak pasti kapan mulainya. Tidak ada catatan sejarah Bledug Kuwu di buku karya Empu Tantular ataupun Empu Prapanca. Satu-satunya sumber informasi adalah legenda tentang Joko Linglung. Menurut legenda itu, Bledug Kuwu terjadi pada abad ketujuh Masehi, pada masa Kerajaan Medang Kamolan. Waktu itu kerajaan diperintah oleh Raja Aji Saka setelah ia berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar, raja lalim yang gemar makan daging manusia.
Suatu hari, Aji Saka bertemu dengan seekor ular naga yang mengaku sebagai anaknya. Merasa tak pernah punya anak seekor naga, Aji Saka pun mengujinya. Ia hanya mau mengakuinya sebagai anak asalkan si naga sanggup mengalahkan musuh bebuyutan Aji Saka, yaitu bajul putih yang berada di Laut Selatan. Bajul putih itu tak lain adalah Dewata Cengkar yang malih rupa setelah dikalahkan Aji Saka.
Syarat itu dituruti oleh si naga. Ia pun pergi ke Laut Selatan. Setelah berhasil mengalahkan bajul putih, ia kembali ke Kerajaan Modang Kamolan. Untuk menuju ke sana, ia tidak melewati jalur darat tapi jalur bawah tanah. Karena di dalam tanah tidak ada rambu-rambu penunjuk jalan, si naga beberapa kali salah tempat ketika berusaha keluar dari perut bumi, sebelum akhirnya ia muncul di Kuwu.
Karena bolak-balik muncul di tempat salah, si naga itu dijuluki Joko Linglung. Tempat terakhir ia keluar di tanah Kuwu itulah yang kemudian menjadi Bledug Kuwu. Air yang keluar di situ terasa asin karena diyakini berasal dari Laut Selatan, mengalir lewat terowongan bekas jalan Joko Linglung. Tempat ini kemudian disebut Bledug karena semburan lumpurnya menimbulkan suara bledug-bledug yang dalam bahasa Jawa berarti letupan.
B. Spesifikasi Bledug Kuwu
Nama bledug kuwu diambil dari dua kata, yaitu bledug dan kuwu.
Kata bledug ledakan, meledak, berasal dari suara letupan “bledug-bledug” yang berbunyi secara terus menerus dalam waktu tertentu.
Dan nama kuwu / kawur lari, kabur, berhamburan,
Sehingga jika diartikan adalah ledakan lumpur yang berhamburan.
Bledug kuwu adalah sebuah kawah lumpur (mud volcanoes) yang terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah. Tempat ini dapat ditempuh kurang lebih 28 km ke arah timur dari kota Purwodadi. Bledug kuwu merupakan salah satu obyek wisata andalan di daerah ini, selain sumber api abadi Mrapen, dan Waduk Kedungombo. Letak geografisnya adalah 7°07′03.90″LS, 111°07′17.61″BT. Bledug kuwu ada sebelum zaman kerajaan mataram kuno, yaitu sekitar tahun 732 M – 928 M.
C. Lumpur Bledug Kuwu
Gejala alam yang menarik dari bledug kuwu ini adalah letupan-letupan lumpur yang mengandung garam dan berlangsung terus-menerus secara berkala, antara 2 dan 3 menit. Juga karena suaranya yang secara periodik meletupkan bunyi bledug (seperti meriam yang terdengar dari kejauhan) dari gelembung lumpur bersamaan dengan keluarnya asap, gas dan air garam. Melalui proses tersebut menjadikan daratan bledug yang dulunya berada didasar laut, sekarang menjadi daratan yang mempunyai ketinggian kurang lebih 53m dari permukaan laut. Luas arealnya 45 Ha dengan suhu minimum 31 derajat celcius.
Secara geologi, kawah lumpur Kuwu, sebagaimana kawah lumpur lainnya, adalah aktivitas pelepasan gas dari dalam teras bumi. Gas ini biasanya adalah metana. Kuwu adalah satu-satunya yang berlokasi di Jawa Tengah. Letupan-letupan lumpur yang terjadi biasanya membawa pula larutan kaya mineral dari bagian bawah lumpur ke atas.
Bledug Kuwu mempunyai keistimewaan tersendiri, apabila dilihat dari peta geologi bahwasanya tanah yang ada bledugnya adalah jenis Aluvial Plains (tanah endapatan atau tanah mengendap) bersamaan dengan meletupnya bledug, keluarlah uap, gas dan air garam. Suara bledug terjadi karena muntahnya kawah yang berupa lumpur dengan warna kelabu atau kelabu kehitam hitaman, tetapi kalau dicampur dengan air maka akan menjadi putih. Apabila diendapkan air endapan bledug kuwu adalah tanah kapur dan tepat sekali apabila disitu dulunya laut kemudian menjadi daratan, karena erosi dari gunung kapur sudah tentu tanah endapannya mengandung kapur.
Lumpur dari kawah ini airnya mengandung garam, oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk dipakai sebagai bahan pembuat garam bleng secara tradisional. Caranya adalah dengan menampung air dari bledug itu ke dalam glagah (bambu yang dibelah menjadi dua, lalu dikeringkan.
D. Lumpur Bledug Kuwu Vs Lumpur Sidoarjo
Dilihat dari peta, lokasi Bledug Kuwu jaraknya sekitar 200 km dari Sidoarjo. Tidak jelas apakah lumpur yang menyembur di Bledug Kuwu ini masih punya hubungan dengan lumpur yang menggenangi Porong Sidoarjo. Sejauh ini tidak ditemukan hubungan antara keduanya. Yang jelas, Bledug Kuwu tidak terjadi sebagai akibat proses pengeboran minyak bumi.
Jika dibandingkan dengan semburan lumpur di Sidoarjo, volume maupun kekuatan semburan lumpurnya tergolong sangat kecil. Di Porong, volume lumpur mencapai ribuan meter kubik per hari. Penambahan volume lumpur sanggup menjebol tanggul, menenggelamkan jalan tol, rumah demi rumah, hingga desa demi desa. Tapi di Kuwu, pertambahan volume air dan materi lumpur relatif tidak menambah luas tanah yang tergenang lumpur. Dari kejauhan, bagian tengah Bledug Kuwu tampak seperti telaga lumpur yang tenang dan sesekali meletup, seperti sedang mendidih.
Di Sidoarjo, titik semburan tidak bisa dilihat dari dekat. Kecuali petugas, kita hanya bisa melihatnya dari jauh, dari asap putih yang membubung tinggi dan terlihat dari jarak ratusan meter. Di Bledug Kuwu, pengunjung bisa menikmati pemandangan unik letupan lumpur dari menara pandang.
Letupannya terjadi secara periodik tiap beberapa menit. Tingginya hanya sekitar dua meter. Pada saat hujan, biasanya letupan menjadi lebih besar. Tingginya bisa mencapai lima meter. Suara bledugnya pun lebih keras. Sama seperti di Sidoarjo, letupan lumpur di Bledug Kuwu disertai semburan asap yang berwarna putih. Cuma, bubungan asapnya tidak setinggi di Sidoarjo. Baunya campuran antara metana dan sedikit bau belerang, mirip di Sidoarjo.
Jika ingin melihat lebih jelas, misalnya jika ingin memotret, pengunjung bisa mendekat ke arah letupan, dengan memanfaatkan jalan setapak yang permukaannya dicor dengan semen. Tidak bisa betul-betul dekat sebab semakin dekat dengan titik letupan, permukaan tanah semakin lembek. Sekilas, permukaan tanahnya tampak kering. Tapi begitu dipijak, ia akan menelan kaki pelan-pelan. Jika nekat, kaki bisa terperosok ke dalam lumpur. Dikarenakan tanah yang semakin dekat dengan letupan merupakan tanah berlumpur yang basah.
Sebagai sebuah fenomena geologi, proses terjadinya Bledug Kuwu masih belum bisa dipastikan. Yang ada hanya teori-teori. Salah satu kemungkinannya, menurut Rovicky Dwi Putrohari, anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia, dulu lokasi itu merupakan laut yang secara perlahan-lahan berubah menjadi daratan. Tentu saja proses ini tidak terjadi dalam hitungan beberapa tahun, tapi selama berabad-abad. Sebelum benar-benar menjadi daratan, wilayah itu menjadi daerah rawa lebih dulu.
Setelah menjadi daratan, air dan materi lumpur menembus permukaan tanah karena terdorong oleh gas rawa yang terperangkap di dalam tanah. Gas ini diproduksi terus-menerus di bawah perut bumi sehingga materi lumpur terus-menerus terdorong keluar. Ahli geologi menyebut fenomena alam ini sebagai mud volcano (gunung lumpur).
Fenomena gunung lumpur ini banyak dijumpai di belahan Bumi lain, bukan hanya di Porong Sidoarjo atau Bledug Kuwu. Biasanya fenomena ini berkaitan dengan adanya lapisan minyak dan gas bumi. Salah satu wilayah yang memiliki banyak titik gunung lumpur adalah Azerbaijan, sebuah negara di wilayah Eropa timur. Salah satu gunung lumpur di sana pada tahun 2001 bahkan pernah menyemburkan gas yang disertai dengan api setinggi 15 meter.
Menurut Rovicky, fenomena Bledug Kuwu ini sedikit berbeda dengan fenomena lumpur Porong dalam hal sumber panas. Panas lumpur Sidoarjo diduga sebagai akibat dari peristiwa hidrotermal. Maksudnya, lumpur Porong bersuhu tinggi karena di dalam tanah lumpur ini dipanaskan oleh magma Gunung Penanggungan yang terletak di daerah Malang-Pasuruan, dekat dengan titik semburan. Tapi, sekali lagi, ini pun masih sebatas dugaan yang masih sedang dikaji. Fenomena hidrotermal ini tidak terjadi di Bledug Kuwu. Lumpur yang keluar di sana tidak sepanas lumpur di Sidoarjo.
E. Daftar Pustaka
Journal from http://emshol.multiply.com. diakses pada tanggal 1 Mei 2010
Heryadi, eka, dkk. Fenomena Bledug Kuwu. Presentasi ITH Fenomena Bledug Kuwu.
http://persembahanku.wordpress.com. diakses pada tanggal 1 Mei 2010
Selasa, 20 April 2010
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN SETS
Drs. Pristiadi Utomo, M.Pd.
BAB I
PENDAHULUAN
Kata SETS (Science Environment Technology and Society) dapat dimaknakan sebagai sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, merupakan satu kesatuan yang dalam konsep pendidikan mempunyai implementasi agar anak didik mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Pendidikan SETS dapat diawali dengan konsep-konsep yang sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar kehidupan sehari-hari peserta didik atau konsep-konsep rumit sains maupun non sains.
Keprihatinan akan masa depan bumi membawa perhatian sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang untuk lebih peduli menyelamatkan bumi dari kerusakan, polusi, menipisnya ozon, efek rumah kaca, berkurangnya deposit bahan tambang organik, dan banyak hal lain tentang kecemasan terhadap bumi di masa datang. Rumor ‘one earth for all’ seringkali didengungkan dalam lokakarya, semiloka, dan sejenisnya baik tingkat nasional, regional maupun internasional. Indikasi tersebut diikuti dengan antisipasi penyampaian ‘warta’ yang terjadi dan pencegahan-pencegahan, salah satunya melalui cara pendidikan berwawasan SETS.
I.1. Konsep Pendidikan SETS
Sejarah membuktikan bahwa kehidupan di masa lalu beserta pendidikan generasi mudanya sama sekali tidak memperhatikan lingkungan sekitar. Setiap produk yang dihasilkan baik teknologi maupun sumber daya manusianya berlomba-lomba untuk mengeksplorasi kekayaan bumi tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan di masa yang akan datang. Setelah berbagai masalah dalam kehidupan yang disebabkan oleh kerusakan bumi begitu menggejala, barulah sebagian negara, beberapa lembaga swadaya masyarakat dan aktivis pecinta lingkungan hidup bersuara.
Sejak itulah dalam dunia pendidikan mulai diintegrasikan pendidikan berwawasan lingkungan, misalnya Pendidikan bervisi STS (Science Technology Society) berarti pendidikan bervisi Sains Teknologi dan Masyarakat, Pendidikan bervisi EE (Environmental Education) berarti pendidikan lingkungan hidup, pendidikan STL (Sciencetific and Technological Literacy) artinya pendidikan berwawasan Sains dan merujuk Teknologi. Beberapa waktu berlalu belum menampakkan hasil optimal dari pengintegrasian visi-visi tersebut dalam pendidikan. Untuk itulah perlu dikembangkan pendidikan bervisi SETS sebagai satu kesatuan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat yang tidak boleh dipisahkan.
Disadari bahwa ketergantungan terhadap produk alam untuk keperluan kehidupan sehari-hari masih cukup tinggi. Sehingga tingkat kekayaan alam yang relatif berkurang dibandingkan dengan jumlah manusia yang membutuhkan, semakin memberi dukungan terhadap aplikasi pendidikan bervisi SETS.
Hakekat SETS dalam pendidikan merefleksikan bagaimana harus melakukan dan apa saja yang bisa dijangkau oleh pendidikan SETS. Pendidikan SETS harus mampu membuat peserta didik yang mempelajarinya baik siswa maupun warga masyarakat benar-benar mengerti hubungan tiap-tiap elemen dalam SETS. Hubungan yang tidak terpisahkan antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat merupakan hubungan timbal balik dua arah yang dapat dikaji manfaat-manfaat maupun kerugian-kerugian yang dihasilkan. Pada akhirnya peserta didik mampu menjawab dan mengatasi setiap problem yang berkaitan dengan kekayaan bumi maupun isu-isu sosial serta isu-isu global, hingga pada akhirnya bermuara menyelamatkan bumi.
Keberhasilan Pendidikan SETS dengan kedalaman yang memadai sangat relevan untuk memecahkan problem yang melanda kehidupan sehari-hari. Misalnya masalah pencemaran, pengangguran, bencana alam, kerusuhan sosial dan lain-lainnya. Isu-isu tersebut dapat dibawa ke dalam kelas dan dikaji melalui pendidikan SETS untuk dicarikan pemecahannya, paling tidak pencegahannya.
Pendidikan SETS pada hakekatnya akan membimbing peserta didik untuk berpikir global dan bertindak lokal maupun global dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari. Masalah-masalah yang berada di masyarakat dibawa ke dalam kelas untuk dicari pemecahannya menggunakan pendidikan SETS secara terpadu dalam hubungan timbal balik antar elemen-elemen sains, lingkungan, teknologi, masyarakat.
Peserta didik dilatih agar mampu berpikir secara global dalam memecahkan masalah lokal, nasional maupun internasional sesuai dengan kadar kemampuan berpikir dan bernalarnya. Peserta didik dibimbing untuk memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah di masyarakat dan berperan aktif untuk turut mencari pemecahannya.
Pendidikan SETS ini dapat mengatasi kelemahan sistem pendidikan klasik dimana peserta didik diajak melaju untuk menyelesaikan materi pelajaran, tanpa diketahui dengan jelas implementasi peserta didik terhadap daya serap materi pelajaran (Apakah materi pelajaran dapat dikuasai keseluruhan atau sebagian, dan kompetensi dasar apa yang sudah dicapai). Sehingga Pendidikan SETS dapat mengantisipasi beberapa hal pokok dalam membekali peserta didik, diantaranya :
a. Menghindari ‘materi oriented’ dalam pendidikan tanpa tahu masalah-masalah di masyarakat secara lokal, nasional, maupun internasional.
b. Mempunyai bekal yang cukup bagi peserta didik untuk menyongsong era globalisasi (AFTA–2003, AFAS–2003, WTO–2010).
c. Peserta didik mampu menjawab dan mengatasi setiap masalah yang berkaitan dengan kelestarian bumi, isu-isu sosial, isu-isu global, misalnya masalah pencemaran, pengangguran, kerusuhan sosial, dampak hasil teknologi dan lain-lainnya hingga pada akhirnya bermuara menyelamatkan bumi.
d. Membekali peserta didik dengan kemampuan memecahkan masalah-masalah dengan penalaran sains, lingkungan, teknologi, sosial secara integral, baik di dalam maupun di luar kelas.
Pendidikan SETS mencakup topik maupun konsep yang berhubungan dengan sains, teknologi, lingkungan dan berbagai hal yang diperkirakan melanda masyarakat. Obyek-obyek pendidikan yang dipelajari pada akhirnya diharapkan dimengerti dengan baik korelasinya dengan keempat elemen utama SETS.
Pendidikan SETS bukan pendidikan di angan-angan atau di atas kertas saja, melainkan pendidikan SETS benar-benar membahas sesuatu yang nyata / riil, bisa dipahami, dapat dilihat dan dibahas dan bisa dipecahkan jalan keluarnya. Kurang pada tempatnya jika pembahasan SETS hanya sebatas elemen per elemen yang terpisah satu sama lain. Apabila hal itu dilakukan sama artinya dengan memfokuskan pada salah satu unsur dari SETS.
Keempat unsur pada Pendidikan SETS saling berinteraksi dalam membahas suatu konsep pendidikan baik sins maupun non sains. Untuk memenuhi kepentingan peserta didik perlu diciptakan suatu program yang sesuai dengan tingkat pendidikan peserta didik maupun warga masyarakat. Para guru diharapkan lebih berhati-hati dalam pengajarannya jika memasukkan konsep atau topik yang akan dibahas dengan teknik Pendidikan SETS. Topik tersebut harus aktual dan sesuai dengan subyek yang sedang dipelajari dan tentunya tidak bertentangan dengan kurikulum yang dibakukan. Satu hal yang paling penting, Pendidikan SETS harus dapat membawa setiap peserta didik berperan serta dalam kegiatan pembelajaran.
I.2. Tujuan Pendidikan SETS
Tujuan Pendidikan SETS adalah untuk membantu peserta didik mengetahui sains, perkembangan sains, teknologi-teknologi yang digunakannya, dan bagaimana perkembangan sains serta teknologi mempengaruhi lingkungan serta masyarakat. Pendidikan SETS berupaya memberikan pemahaman tentang peranan lingkungan terhadap sains, teknologi, masyarakat. Sebaliknya peranan masyarakat terhadap arah perkembangan sains, teknologi dan keadaan lingkungan. Termasuk juga peranan teknologi dalam penyesuaiannya dengan sains, manfaatnya terhadap masyarakat dan dampak-dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Tidak ketinggalan peranan sains untuk melahirkan konsep-konsep yang berdaya guna positif, keterlibatannya pada teknologi yang dipakai maupun pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan secara timbal balik.
Jadi tujuan utama Pendidikan SETS ialah bagaimana membuat agar SETS dapat menolong manusia membuat surga dunia di muka bumi ini, bukan sebaliknya menciptakan neraka dunia dalam segala aspek kehidupan. SETS sesungguhnya harus mampu menolong setiap negara di dunia untuk mewujudkan kemakmuran bagi semua warga negaranya.
Dalam memberikan pengantar Pendidikan SETS kepada peserta didik, setiap guru harus dapat menciptakan variasi pendekatan atau konsep pembelajaran yang disesuaikan tingkat kemampuan maupun obyektivitas dari pendidikan SETS itu sendiri. Perlu diingat bahwa tidak tertutup kemungkinan seorang siswa memiliki peluang lebih besar untuk mengalami sesuatu topik masalah secara lebih nyata dibanding dengan gurunya. Apabila hal itu terjadi, para guru hendaknya tidak merasa berkecil hati, justru merasa lebih tertantang dengan kondisi yang ada untuk belajar lebih keras dan mencoba mendahului kemampuan muridnya dengan tujuan positif. Jangan sampai terjadi karena muridnya diketahui lebih cepat dapat mengakses pengetahuan yang ada, seorang guru menjadi tidak suka atau antipati kepada muridnya. Segi baik lainnya adalah setiap murid secara perorangan dapat mengoptimalkan pengetahuan yang dimilikinya untuk bekerja sama dengan temannya dalam proses Pendidikan SETS. Hal ini mengandung arti murid yang bersangkutan telah belajar bagaimana bersosial masyarakat.
Bentuk korelasi hubungan timbal balik antara unsur-unsur SETS digambarkan sebagai berikut : (yang menjadi fokus perhatian adalah lingkungan).
TEKNOLOGI
|
LINGKUNGAN
|
S A I N S |
MASYARAKAT
|
Gambar 1. Hubungan timbal balik unsur-unsur Pendidikan SETS
Berarti sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat saling terkait dalam hubungan dua arah antara sains dengan lingkungan, teknologi, masyarakat. Antara lingkungan dengan sains, teknologi, masyarakat. Antara teknologi dengan sains, lingkungan, masyarakat. Antara masyarakat dengan sains, lingkungan, teknologi. Hubungan kesalingterkaitan dua arah antara elemen-elemen SETS menunjukkan interaksi positif maupun negatif yang menjadi dampak yang tumbuh dari perkembangan tiap-tiap elemen SETS.
Pendidikan SETS harus dapat membuat peserta didik memahami hakekat dari ‘Sains, Lingkungan, Teknologi, Masyarakat’ sebagai satu kesatuan. Maksudnya peserta didik harus selalu memperhitungkan saling keterkaitan antara elemen-elemen dalam SETS. Pendidikan SETS tidak hanya memperhatikan sains, teknologi, masyarakat tetapi juga dampak positif / negatif yang diakibatkan oleh sains dan teknologi yang dipakai oleh masyarakat pada lingkungan dan masyarakat itu sendiri.
Unsur-unsur yang dimiliki dalam Pendidikan lingkungan (EE – Environmental Education) dan Pendidikan STS (Science Technology Society) tidak selengkap Pendidikan SETS. Fokus Pendidikan SETS meliputi belajar di (in), untuk (for), tentang (about) lingkungan, dengan mencoba menemukan dan mengungkap penyebab permasalahan serta kemungkinan apa yang menimbulkan dampak pada lingkungan di masa yang akan datang. Terutama sekali dampak-dampak yang timbul akibat sains dan teknologi yang digunakan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat.
Peserta didik memahami setiap elemen dalam SETS semuanya menyatu, dan mengaplikasikan dalam proses berpikirnya dengan meninjau keterlibatan keempat elemen tersebut dari sisi positif maupun negatif. Pendidikan SETS bermaksud membawa peserta didik untuk mengkorelasikan antara sains, teknologi, lingkungan dan masyarakat. Contohnya, produk-produk teknologi yang mendukung sains. Dampak positif maupun negatif teknologi, sains terhadap masyarakat atau lingkungan. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan sains dan penciptaan teknologi serta perlakuannya terhadap lingkungan. kemampuan lingkungan dalam penyediaan kebutuhan masyarakat, penciptaan teknologi dan pengembangan sains. Hal-hal itulah yang dimaksudkan dalam Pendidikan SETS. Terhadap peserta didik, tentunya sebatas pada kemampuan kognitif, penalaran dan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Sehingga dalam pendidikan SETS, peserta didik benar-benar learning to know–learning to do–learning to be–learning to live together.
Berdasarkan pemikiran Pendidikan SETS kita dapat membangun generasi muda yang melihat ke depan (futuristik) ke arah peningkatan kualitas hidup setiap anggota masyarakat.
Yang perlu diperhatikan dalam membelajarkan SETS untuk major sains seperti Fisika di Sekolah Menengah adalah sebagai berikut.
a. Topik yang dipilih hendaknya memunculkan sains yang telah dikenal dalam kurikulum, dan dititikberatkan pada keterkaitan hubungan dengan teknologi, lingkungan maupun masyarakat.
- Hendaknya diberikan materi pengajaran yang dapat menyentuh rasa kepedulian tentang keberadaan sains, teknologi, lingkungan, masyarakat sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah.
- Pemilihan materi pengajaran hendaklah yang dapat membawa peserta didik ke arah ‘melek’ sains dan teknologi beserta penerapannya dan berbagai dampaknya positif atau negatif terhadap lingkungan, masyarakat, serta pada teknologi itu sendiri sehingga dapat lebih menumbuhkan kepedulian peserta didik dan tanggung jawab mereka pada pemecahan masalah lingkungan dan masyarakat.
- Pembuatan bahan evaluasi hendaknya menerapkan sains, teknologi, masyarakat, lingkungan yang relevan.
BAB II
PEMBAHASAN
Mempelajari alam dan sekitarnya adalah suatu hal yang relatif mudah. Karena keberadaan alam ini adalah sesuatu yang konkrit . Kita dapat mengindera apa saja yang ada di sekitar kita, diamati, dipelajari kemudian dapat digunakan untuk kemanfaatan umat seluruhnya. Kejadian alam dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan diri manusia. Kejadian yang ada berlangsung terkait dan berkesinambungan. Suatu sistem yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya sistem yang lain. Dari setiap kejadian alam yang ada, dapat memunculkan pertanyaan – pertanyaan sebagai suatu permasalahan yang pada akhirnya dapat bermanfaat bagi manusia setelah mengalami verifikasi dan pengamatan. Oleh karena itu Pembelajaran Fisika memerlukan keterlibatan aktif para siswa.
Dari uraian di atas, maka pembelajaran tentang alam harus dapat disajikan sebagai suatu proses penemuan dan terkait dengan pengalaman peserta didik, sehingga pengetahuan yang diperoleh bersifat lama, dapat diingat, dan mampu meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir bebas. Menurut Bruner, belajar meliputi 3 proses kognitif yaitu : memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Masih menurut Bruner belajar merupakan konseptualisme instrumental yang didasarkan pada 2 prinsip, yaitu : pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Menurut Rosser pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi , yaitu :
Pertama, bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan para pengamat teori perilaku, Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tak hanya terjadi di lingkungan, tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Kedua, bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya (suatu model alam = model of the world).
Konsep Belajar Bruner dikenal sebagai belajar penemuan (discovery learning), dengan penjelasan sebagai berikut :
- Siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
- Siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang memungkinkan mereka memperoleh konsep baru.
Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen yang pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetik bukan peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara organisme dan lingkungannya. Dalam responnya organisme mengubah kondisi lingkungan, membangun struktur biologi tertentu yang ia perlukan untuk tetap bisa mempertahankan hidupnya.
Rendahnya hasil belajar mata pelajaran Fisika yang terukur pada nilai rata-rata ulangan umum maupun pada raport dibandingkan dengan mata pelajaran eksak lainnya seperti Biologi atau Kimia membawa keprihatinan para pendidik khususnya guru-guru Fisika. Selain itu minat yang rendah dari para siswa dalam mempelajari konsep-konsep Fisika dapat dilihat dari adanya anggapan umum siswa bahwa Fisika adalah mata pelajaran yang sarat dengan rumus, perhitungan, pemikiran, dan abstrak sehingga membosankan. Dengan kondisi pembelajaran Fisika seperti itu dan tidak adanya motivasi yang mendukung semangat belajar siswa menyebabkan ketuntasan pembelajaran relatif rendah. Selain itu hasil belajar Fisika tidak tercermin pada sikap dan perilaku siswa dalam kesehariannya. Siswa kurang memiliki cara pandang dan rasa peduli terhadap dampak positif maupun negatif dari ilmu Fisika yang memproduksi teknologi bagi masyarakat serta pengaruhnya terhadap lingkungan.
Dalam proses pembelajaran ilmu Fisika keaktifan siswa merupakan inti dari pola belajar dengan pendekatan konstruktivis, hal itu dapat tercermin dari aktifnya para siswa membaca sendiri, mengaitkan konsep-konsep baru dengan berdiskusi dan menggunakan istilah, konsep dan prinsip yang baru mereka pelajari diantara mereka. Dalam pendekatan konstruktivis siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan “apa yang diketahui siswa”. Sedangkan guru berperan sebagai narasumber yang bijak dan berpengetahuan serta berfungsi sebagai sutradara yang mengendalikan proses pembelajaran dan siap membantu siswa apabila ada kemacetan proses pembelajaran atau melantur tanpa arah. Laboratorium (lab) sebagai salah satu sarana sumber belajar merupakan salah satu alternatif proses pembelajaran Fisika dengan basis lab yang dapat menerjemahkan konsep-konsep abstrak ke dalam bentuk konkrit, mengapresiasikan permasalahan sehari-hari dalam masyarakat, teknologi dan lingkungan sekitar serta memecahkannya secara berpikir sistematis, analitis dan alternatif. Pada dasarnya mata pelajaran Fisika merupakan salah satu mata pelajaran sains yang diharapkan sebagai sarana mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam. Tujuan pembelajaran mata pelajaran Fisika SMA yang dicanangkan Depdiknas adalah agar siswa menguasai konsep dan prinsip Fisika untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Wawasan SETS (Science, Environment, Technology, Society) yang diaplikasikan ke dalam proses pembelajaran Fisika diyakini dapat dapat membawa sistem pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang dapat menerapkan pengetahuan yang diperolehnya guna meningkatkan kualitas hidup manusia tanpa harus membahayakan lingkungannya. Pembelajaran berwawasan SETS menurut Binadja pendekatan yang paling dianjurkan adalah pendekatan SETS itu sendiri. Karakteristik pendekatan SETS dalam proses pembelajaran Fisika dapat disebutkan beberapa diantaranya sebagai berikut : (1) bertujuan memberi pembelajaran Fisika secara kontekstual, (2) siswa dibawa ke situasi untuk memanfaatkan konsep Fisika ke bentuk teknologi untuk kepentingan masyarakat, (3) siswa diminta berpikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang terjadi dalam proses pentransferan konsep Fisika ke bentuk teknologi, (4) siswa diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara unsur konsep Fisika yang diperbincangkan dengan unsur-unsur lain dalam SETS yang mempengaruhi berbagai keterkaitan antar unsur tersebut., (5) siswa dibawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian dari penggunaan konsep Fisika bila diubah dalam bentuk teknologi yang relevan, (6) siswa diajak membahas tentang SETS dari berbagai arah dan dari berbagai titik awal tergantung pengetahuan dasar yang dimiliki siswa bersangkutan.
Pendekatan SETS dalam pembelajaran Fisika dapat diterapkan pada semua konsep-konsep Fisika kecuali ada keterbatasan pada konsep Fisika teori yang memerlukan kecepatan mendekati kecepatan cahaya untuk mempraktekkannya pada teknologi, misalnya pada konsep relativitas. SMU Negeri 1 Rembang-Purbalingga, memiliki laboratorium relatif lengkap meliputi laboratorium Fisika, Kimia dan Biologi dalam ruang yang terpisah. Proses pembelajaran Fisika di SMU Negeri 1 Rembang-Purbalingga dilakukan dengan pendekatan SETS, hal itu diperlukan untuk mendapatkan pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih baik Pendekatan SETS yang dilakukan merupakan salah satu pendekatan pembelajaran konstruktivis.
Konstruktivisme merupakan cara belajar yang menekankan peranan siswa dalam membentuk pengetahuannya sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator yang membantu keaktifan siswa tersebut dalam membentuk pengetahuannya. Pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka. Tanpa pengalaman, seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman disini tidak harus pengalaman fisik, tetapi bisa diartikan juga pengalaman kognitif dan mental. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang diajarkan oleh gurunya (misconseptions), menunjukkan bahwa pengetahuan itu tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan atau paling sedikit diinterpretasikan sendiri oleh siswa.
Dalam proses kontruksi ini, diperlukan beberapa kemampuan:
1. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalamannya
2. Kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan
3. Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain
Tiap orang harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, tetapi proses yang berkembang terus menerus. Beberapa faktor seperti keterbatasan pengalaman kontruksi, struktur kognitif, dapat membatasi pembentukan pengetahuan orang.sebaliknya, situasi konflik atau anomali, akan megembangkan pengetahuan seseorang.
Selama dua puluh tahun terakhir ini, konstruktivisme telah banyak dipakai di Amerika, Eropa dan Australia. Prinsip-prinsipnya adalah:
1. pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial
2. pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk bernalar
3. siswa aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap sesuai dengan konsep ilmiah.
4. guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
Prinsip konstruktivisme sangat berbeda dan bahkan bertentangan dengan teori belajar behaviorisme (pelajar dipandang sebagai pasif, butuh motivasi luar, dan dipengaruhi reinforcement / penguatan) dan maturasionisme (pengetahuan tergantung pada tingkat biologis seseorang, umur menjadi norma yang penting bagi perkembangan pengetahuan seseorang)
Dalam bukunya, cooperative learning in the science classroom, Linda Lundgren menyebutkan bahwa unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka ‘tenggelam atau berenang bersama’.
2. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.
4. Para siswa harus membagi tugas dan berbagai tanggung jawab sama besarnya diantara para anggota kelompok.
5. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
7. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Menurut buku Kurikulum Berbasis Kompetensi pedoman pembelajaran ilmu pengetahuan alam atau sains dapat diintisarikan sebagai berikut.
1. Belajar sains membantu siswa untuk memahami diri, lingkungan, dan alam, serta mendemonstrasikan pemahamannya ketika menyelesaikan masalah. Belajar sains tidak sekedar mempelajari informasi sains berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud ‘pengetahuan deklaratif’ (declarative knowledge), akan tetapi belajar sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi, cara dan teknologi (terapan sains), bekerja dalam wujud ‘pengetahuan prosedural’ (procedural knowledge), termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan menerapkan metode dan sikap ilmiah.
2. Belajar sains memfokuskan kegiatan pada penemuan informasi melalui pengalaman sendiri yang rentang kegiatannya meliputi; mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengelompokkan, merencanakan percobaan, mengendalikan variabel, mengumpulkan dan menata data yang dikehendaki, memecahkan masalah, dan memperjelas pemahaman.
3. Belajar sains memberi kesempatan siswa mengembangkan keterampilan dan pemahaman secara kontekstual dan bermakna. Belajar sains membiasakan sejumlah sikap ilmiah seperti sikap ingin tahu, jujur, bersungguh-sungguh, mau bekerja sama, terbuka dan luwes, tekun dan peduli lingkungan.
4. Belajar sains adalah mengembangkan sejumlah kompetensi adaptif yang sesuai dengan perubahan kondisi saat ini menuju kondisi masa depan, meliputi kemampuan merencanakan dan melaksanakan percobaan, kemampuan memilah, memilih, dan menata informasi, kemampuan menyimpulkan, dan kemampuan mengkomunikasikan serta menyempurnakan temuan.
5. Belajar sains lebih bermakna dengan pengaitan sains dengan teknologi, lingkungan, dan masyarakat beserta segala aspeknya, dengan memperhatikan keseimbangan bahasan tentang unsur-unsur sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat secara berkaitan dan menyatu. Belajar sains memberi peluang terhadap pemikiran lebih mendalam tentang keterkaitan timbal balik antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (salingtemas). Belajar sains mengkondisikan siswa agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi, disertai pemikiran munculnya dampak positif dan negatif yang mungkin timbul dari produk teknologi terhadap lingkungan dan masyarakat, serta isu-isu yang timbul di masyarakat sesudahnya untuk mengkaji kembali sains dan produk teknologi.
6. Belajar sains sebagai upaya membangun pemahaman dengan mempertimbangkan pengalaman dan pikiran yang sudah dimiliki siswa yang cenderung naif dan miskonsepsi.
7. Belajar sains adalah perubahan pembelajaran model ‘indoktrinasi’ menjadi pembelajaran model ‘pemberdayaan’ atau minimal model ‘pengkondisian’. Belajar sains adalah perubahan pembelajaran dengan fokus ‘guru mengajar’ menjadi pembelajaran dengan fokus ‘siswa belajar’.
8. Belajar sains bukan hanya ditujukan untuk anak pandai melainkan untuk semua siswa dengan beragam kemampuan.
9. Belajar sains adalah membantu siswa dalam mengembangkan sejumlah keterampilan ilmiah untuk memahami perilaku/gejala alam, meliputi keterampilan mengamati dengan semua indera, menggunakan alat dan bahan, merencanakan eksperimen, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, melakukan percobaan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan temuan dengan bahasa yang sesuai untuk keperluan itu.
10. Belajar sains adalah mengajak siswa memikirkan berbagai sumber sains serta mengambil manfaat darinya.
11. Belajar sains bukan ditentukan oleh didaktik metodik ‘apa yang akan dipelajari’ saja, melainkan pada bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa, berdasarkan pada pemikiran ‘mengapa’ dan untuk apa siswa perlu mempelajari sesuatu tersebut.
12. Belajar sains adalah memberdayakan siswa agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do), mampu memahami pengetahuannya berkaitan dengan dunia di sekitarnya (learning to know), dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan diri sekaligus membangun jati diri (learning to be), dan memberi kesempatan berinteraksi dengan berbagai kelompok individu yang bervariasi yang akan membentuk kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sifat-sifat positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan masing-masing individu (learning to live together).
13. Belajar sains adalah untuk memelihara keingintahuan anak, memotivasinya sehingga mendorong siswa untuk mengajukan keragaman pertanyaan seperti ‘apa, mengapa, dan bagaimana’ terhadap obyek dan peristiwa yang ada di alam, yang dapat ditingkatkan menjadi pertanyaan yang menanyakan hubungan ‘bagaimana jika ….’, sehingga sebagai hasil eksplorasi terhadap lingkungan, siswa diharapkan membentuk dirinya dengan sikap seorang ilmuwan cilik. Belajar sains memberi kesempatan siswa sebagai ‘young scientist’ (peneliti muda) yang mempunyai rasa keingintahuan (curiousity) yang tinggi, yang mampu mengajukan pertanyaan, menduga jawabannya, merancang penyelidikan, melakukan percobaan, mengelola dan mengolah data, mengevaluasi hasil, dan mengkomunikasikan temuannya kepada beragam orang dengan berbagai cara yang dapat memberi pemahaman yang baik.
14. Belajar sains melahirkan interaksi antara gagasan yang diyakini siswa sebelumnya dengan suatu bukti baru untuk mencapai pemahaman baru yang lebih saintifik, melalui proses eksplorasi untuk menguji serta menguji gagasan-gagasan baru, dengan melibatkan beragam sikap ilmiah seperti, menghargai gagasan orang lain, terbuka terhadap gagasan baru, berpikir kritis, jujur, kreatif, dan berpikir lateral (berpikir yang tak lazim, di luar kebiasaan, atau yang mungkin dianggap aneh).
15. Belajar sains adalah memulai pelajaran dari ‘apa yang diketahui siswa’, tidak dapat mengindoktrinasi gagasan saintifik supaya siswa mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non-saintifik menjadigagasan/pengetahuan saintifik, karena arsitek peubah gagasan siswa adalah siswa itu sendiri.
16. Belajar sains adalah menyediakan ‘kondisi’ supaya proses belajar untuk memperoleh konsep yang benar dapat berlangsung dengan baik, dengan kondisi belajar antara lain : diskusi yang menyediakan kesempatan agar semua siswa mau mengungkapkan gagasan, pengujian dan penelitian sederhana, demonstrasi, dan peragaan prosedur ilmiah, dan kegiatan praktis lain yang memberi peluang siswa untuk mempertanyakan, memodifikasi, dan mempertajam gagasannya.
17. Belajar sains adalah melatih siswa sejak dini untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya agar memiliki kemampuan-kemampuan yang bermanfaat bagi kehidupan kelak khususnya setelah dewasa, meliputi : mengidentifikasi dan mengenali masalah; merencanakan penyelidikan; memilih teknik, alat dan bahan; mengorganisasi dan melaksanakan penyelidikan secara sistematik; menginterpretasikan data pengamatan; mengevaluasi prosedur kerja dan menyarankan perbaikan.
18. Belajar sains adalah berubahnya pola pembelajaran yang diawali dengan Penjelasan Uraian Materi (U) – dilanjutkan Contoh Soal ( C ) — dan Latihan Aneka Masalah (L) menjadi diawali dengan Latihan dengan Masalah (L) – dilanjutkan Penjelasan Materi (U) – dan Contoh Soal ( C ).
19. Belajar sains adalah menyediakan kegiatan pembelajaran yang bermuatan nilai, dengan menumbuhkan sikap ilmiah antara lain sikap ingin tahu, jujur, tekun, terbuka terhadap gagasan baru, tidak percaya tahayul, sulit menerima pendapat yang tanpa disertai bukti, kebiasaan merenung secara kritis, peka terhadap makhluk hidup dan lingkungan.
Proses pembelajaran Fisika di SMA Negeri 1 Rembang-Purbalingga saat awal penulis memulai pekerjaan di SMA tersebut (tahun 1995) menjumpai kondisi para siswa yang tidak peduli terhadap lingkungan. Hal itu terindikasi dengan kenyataan-kenyataan yang ada, antara lain adalah :
Pertama, para siswa tidak peduli terhadap pohon-pohon yang ditanam, baik itu pohon peneduh maupun pohon-pohon untuk taman-taman di depan kelas, bahkan menunjukkan perilaku merusak dan sering mematikan pohon tanpa ada rasa tanggung jawab. Siswa tidak punya kegemaran menanam atau menyemaikan pohon atau bunga di taman depan kelasnya atau di lingkungan terdekatnya apalagi di tempat-tempat yang jauh dari kelasnya di lingkungan sekolah. Gejala ini pasti terbawa dan menjadi kebiasaan di lingkungan keluarga dan masyarakatnya,
Kedua, para siswa tidak peduli lingkungan kelas dan sekolah yang kotor dengan tata kehidupan yang jorok-perilaku membuang sampah sembarangan—kertas, plastik,bungkus makanan, permen, tidak dibuang pada tempatnya, termasuk kejorokan yang dijumpai di WC putri, banyak bekas pembalut dibuang sembarangan. Dinding tembok di dalam maupun di luar kelas sering menjadi sasaran kaki sehingga selalu di jumpai jejak-jejak sepatu di tembok-tembok yang menimbulkan pemandangan kotor.
Ketiga, para siswa bersikap apatis terhadap kerusakan lingkungan di dekat tempat tinggal mereka, misalnya lereng-lereng bukit yang gundul dan mudah longsor di musim penghujan dan biasanya merusak jalan. Merekapun apatis terhadap pemberitaan-tentang kerusakan lingkungan di wilayah lain, di tingkat lokal, regional, maupun nasional dan internasional. Mereka kurang memahami dan tidak mempunyai keprihatinan yang mendalam terhadap penderitaan yang menimpa bumi seperti efek rumah kaca, pemanasan global, kerusakan lapisan ozon,hujan asam dan sebagainya yang sudah menjadi masalah global.
Adapun inovasi pembelajaran untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan antara lain :
Dasar-dasar teori pembelajaran yang dibahas di awal pembahasan ini diaplikasikan secara maksimal pada pembelajaran Fisika SMA Negeri Rembang di kelas I. Tindakan operasional pembelajaran secara drastis dan atraktif untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dimulai sesudah penulis mengikuti Diklat PKLH (Pelatihan Kependudukan dan Lingkungan Hidup) tahun 1998 serta lebih maksimal dan intensif setelah penulis kuliah lagi di S-2 Prodi IPA bervisi SETS di UNNES tahun 2002. Gambaran pembelajaran Fisika tersebut secara umum : Melakukan proses pembelajaran konstruktivis dengan pendekatan SETS (sains/Science—lingkungan/Environment—teknologi/Technology—masyarakat/Society), dengan menggunakan model pembelajaran Discovery-Inquiry, memakai berbagai metode yang variatif sendiri atau gabungan: seperti lab work, diskusi kelompok, problem solving, studi kepustakaan. Proses pembelajaran dilakukan secara indoor atau outdoor. Kegiatan pembelajaran para siswa selalu dilakukan berkelompok, hal itu untuk lebih mengoptimalkan pembelajaran kooperatif sesuai dengan prinsip-prinsip dasar cooperative learning. Dengan demikian pembelajaran Fisika yang dilakukan mengesampingkan pembelajaran konvensional yang berorientasi pada materi sains dengan penyajian ceramah satu arah dari guru ke siswa. Pendekatan SETS dengan lingkungan sebagai fokusnya secara kontinyu menjadi proses pembelajaran yang menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan sampai mendarah daging.
Sedangkan secara khusus pembelajaran yang dipandang atraktif, aktif dan kreatif adalah : Memberikan indoktrinasi kepada para siswa terutama pada jiwanya, bahwa penopang utama kehidupan manusia di bumi adalah pohon. Kekayaan dan kecukupan yang diterima manusia secara langsung maupun tidak langsung disuplai oleh pepohonan di bumi apapun jenis pohon itu. Oleh karena itu untuk mempercepat pemahaman indoktrinasi tersebut maka kegiatan pembelajaran outdoor selalu di bawah pohon secara berpindah berganti pohon pada hari yang berbeda. Setiap bagian pohon dibuat relevan dengan topik pembelajaran Fisika. Isaac Newton pun tidak akan menemukan hukum Gravitasi yang menggemparkan itu kalau Ia tidak sedang duduk-duduk di bawah pohon.
Gambar 2. Isaac Newton di bawah pohon apel
Pohon ditumbuhkan bumi—bumi menumbuhkan pohon; permasalahan lingkungan, kerusakan dan penderitaan bumi (menipisnya ozon, efek rumah kaca, dan lain-lain) dapat disembuhkan dengan menanam banyak pohon besar. Pernyataan-pernyataan tersebut diusahakan dapat menjadi pengertian yang mendalam di benak tiap-tiap siswa. Kerjasama dengan pengajar ekstra kurikuler untuk melatih kemampuan psikomotorik terhadap kecintaan kepada lingkungan di luar pembelajaran intra kurikuler Fisika selalu diadakan. Konsultasi dan konfirmasi selalu terjalin agar terjadi sinkronisasi pembelajaran ilmu alam yang menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan dengan menekankan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara terpadu.
Hasil pembelajaran yang diperoleh.
1. Pemikiran siswa tidak kering berisi sains dan teknologi saja, tetapi kaya dan peka akan lingkungan—masyarakat—sains—teknologi beserta kesalingterkaitannya. Hal ini berarti pembelajaran Fisika yang dilakukan dengan pendekatan SETS sekaligus mendapat hasil penguasaan kompetensi materi Fisika dan teknologinya, kecintaan terhadap lingkungan dan kontekstualitas antara sains dengan lingkungan dan masyarakat sekitar dikuasai oleh para siswa. Sehingga pembelajaran Fisika tidak lagi menjadi pembelajaran yang serba menakutkan dan hanya di angan-angan melainkan menjadi pembelajaran yang konkrit mempelajari alam.
2. Kondisi tiap jengkal tanah di lingkungan sekolah SMA Negeri Rembang Purbalingga menjadi hijau dan rimbun oleh pohon-pohon besar, taman-taman bunga, maupun sekedar rumput yang kesemuanya terawat rapi. Kecintaan para siswa terhadap tanaman tumbuh menebal dalam ukuran mayoritas jumlah siswa secara individual maupun per kelas secara kelompok. Demikian pula kedisiplinan terhadap kebersihan lingkungan kelas maupun sekolah menunjukkan gejala kenaikan yang sangat signifikan. Tidak ada lagi coretan atau jejak sepatu di pohon atau di tembok. Para siswa menyadari kebersihan awal dari kehidupan yang sehat. Mereka mempunyai slogan tentang kebersihan yaitu “Kebersihan dimulai dari lantai yang bersih”. Slogan ini penulis ajarkan dengan mengambil slogan para mekanik di bengkel AHASS Siliwangi Semarang yang penulis baca pada tahun 1996.
3. Kepekaan terhadap masalah kerusakan lingkungan ; tanah—air—maupun udara menjadi topik pembicaraan yang biasa diperbincangkan di kalangan para siswa. Diskusi tentang hal itu secara intens dilakukan pada pembelajaran Fisika dengan pendekatan SETS. Kotak amal korban bencana alam tiap hari Jum’at diedarkan oleh OSIS. Maraknya aksi kelompok-kelompok ekstra kurikuler siswa seperti wira (PMR), Expo (tanah dan pohon), pramuka, dan lain-lain, terjun langsung secara berkala ke masyarakat untuk karya nyata dan studi lapangan. Sebagai contoh ; kelompok wira memantau perairan Sungai Gintung di dekat sekolah terhadap tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungannya, kelompok Expo memantau bukit-bukit di sekitar sekolah terhadap kegersangan dan penghijauannya dan tak lupa menghijaukan setiap jengkal tanah di wilayah dalam sekolah dan berhasil membuat perkebunan salak di belakang sekolah, kelompok pramuka selalu mengadakan konsolidasi dengan masyarakat dalam Kemah Bakti dan tak lupa menekankan pentingnya penghijauan, kelompok perguruan silat mengadakan aksi nyata kelestarian hutan (alas) dalam kesempatan berlatihnya di hutan (alas) tanpa merusak pepohonan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat ditarik dalam makalah ini antara lain adalah :
1. Pendidikan SETS berupaya memberikan pemahaman tentang peranan lingkungan terhadap sains, teknologi, masyarakat. Sebaliknya peranan masyarakat terhadap arah perkembangan sains, teknologi dan keadaan lingkungan. Termasuk juga peranan teknologi dalam penyesuaiannya dengan sains, manfaatnya terhadap masyarakat dan dampak-dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Tidak ketinggalan peranan sains untuk melahirkan konsep-konsep yang berdaya guna positif, keterlibatannya pada teknologi yang dipakai maupun pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan secara timbal balik.
2. Wawasan SETS (Science, Environment, Technology, Society) yang diaplikasikan ke dalam proses pembelajaran Fisika diyakini dapat dapat membawa sistem pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang dapat menerapkan pengetahuan yang diperolehnya guna meningkatkan kualitas hidup manusia tanpa harus membahayakan lingkungannya.
3. Proses pembelajaran Fisika di SMA dengan pembelajaran konstruktivis menggunakan pendekatan SETS (sains/Science—lingkungan/Environment—teknologi/Technology—masyarakat/Society), dengan menggunakan model pembelajaran Discovery-Inquiry, memakai berbagai metode yang variatif sendiri atau gabungan: seperti lab work, diskusi kelompok, problem solving, studi kepustakaan. Proses pembelajaran dilakukan secara indoor atau outdoor. Kegiatan pembelajaran para siswa selalu dilakukan berkelompok, hal itu untuk lebih mengoptimalkan pembelajaran kooperatif sesuai dengan prinsip-prinsip dasar cooperative learning. Dengan demikian pembelajaran Fisika yang dilakukan mengesampingkan pembelajaran konvensional yang berorientasi pada materi sains dengan penyajian ceramah satu arah dari guru ke siswa. Pendekatan SETS dengan lingkungan sebagai fokusnya secara kontinyu menjadi proses pembelajaran yang menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan sampai mendarah daging.
4. Sedangkan secara khusus pembelajaran yang dipandang atraktif, aktif dan kreatif adalah : Memberikan indoktrinasi kepada para siswa terutama pada jiwanya, bahwa penopang utama kehidupan manusia di bumi adalah pohon. Kekayaan dan kecukupan yang diterima manusia secara langsung maupun tidak langsung disuplai oleh pepohonan di bumi apapun jenis pohon itu.