Rabu, 26 Mei 2010
BATAS WILAYAH NEGARA INDONESIA
I.PENDAHULUAN Wilayah perbatasan merupakan kawasan tertentu yang mempunyai dampak penting dan peran strategis bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di dalam ataupun di luar wilayah, memiliki keterkaitan yang kuat dengan kegiatan di wilayah lain yang berbatasan, baik dalam lingkup nasional maupun regional (antar negara), serta mempunyai dampak politis dan fungsi pertahanan keamanan nasional. Oleh karena peran strategis tersebut, maka pengembangan wilayah perbatasan Indoensia merupakan prioritas penting pembangunan nasional untuk menjamin keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengenai pembentukan dan perancangan undang-undang (UU) tentang Batas Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesungguhnya sudah menjadi usul inisiatif DPR sebagai salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sangat penting pada saat ini. Tentu saja RUU itu merupakan hal baru terutama dari segi substansi dan pelaksanaan operasionalnya. Hai ini terbukti bahwa sampai sekarang Indonesia belum bisa menentukan dan menetapkan batas wilayah negaranya serta belum mempunyai UU mengenai batas wilayah negara. RUU tersebut pada prinsipnya merupakan perintah dari konstitusi negara, sebagaimana yang tercantum dalam Amendemen Kedua UUD NKRI Tahun 1945 dalam Pasal 25 A, "Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang." Hal ini menyiratkan bahwa mutlak diperlukan UU yang mengatur perbatasan sebagai dasar kebijakan dan strategi untuk mempertahankan kedaulatan NKRI, memperjuangkan kepentingan nasional dan keselamatan bangsa, memperkuat potensi, pemberdayaan dan pengembangan sumber daya alam bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia sesuai dengan UUD 1945.
II.BATAS WILAYAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik, terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batas-batas: Utara - Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan. Selatan - Negara Australia, Samudera Hindia. Barat - Samudera Hindia. Timur - Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik. Posisi geografis Indonesia terdiri atas letak astronomis dan letak geografis yang berbeda pengertian dan pandangannya. Beberapa Perundingan Perjanjian Garis Batas Wilayah Indonesia Dengan Negara Tetangga Malaysia, Thailand, Australia dan India : 1. Perjanjian RI dan Malaysia - Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan - Ditandatangai tanggal 27 oktober 1969 - Berlaku mulai 7 November 1969 2. Perjanjian Republik Indonesia dengan Thailand - Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut andaman - Ditandatangai tanggal 17 Desember 1971 - Berlaku mulai 7 April 1972 3. Perjanjian Republik Indonesia dengan Malaysia dan Thailand - Penetapan garis batas landas kontinen bagian utara - Ditandatangai tanggal 21 Desember 1971 - Berlaku mulai 16 Juli 1973 4. Perjanjian RI dengan Australia - Penetapan atas batas dasar laut di Laut Arafuru, di depan pantai selatan Pulau Papua / Irian serta di depan Pantau Utara Irian / Papua - Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971 - Berlaku mulai 19 November 1973 5. Perjanjian RI dengan Australia (Tambahan Perjanjian Sebelumnya) - Penetapan atas batas-batas dasar laut di daerah wilayah Laut Timor dan Laut Arafuru - Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971 - Berlaku mulai 9 Oktober 1972 6. Perjanjian RI dengan India - Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di wilayah Sumatera / Sumatra dengan Kepulauan Nikobar / Nicobar - Ditandatangai tanggal 8 Agustus 1974 - Berlaku mulai 8 Agustus 1974
III.KESIMPULAN Sebuah negara diakui merdeka dan berdaulat atas wilayah tertentu yang dalam hukum internasional disebut "A defined territory" atau batas wilayah tertentu yang pasti. Terkait dengan persoalan penentuan luas wilayah negara, didasarkan pada faktor-faktor tertentu yaitu: dari segi historis, politis, atau hukum. Oleh karena itu pengaturan mengenai batas wilayah ini perlu mendapat perhatian untuk menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia. Jelasnya batas wilayah NKRI sangat diperlukan untuk penegakan hukum dan sebagai wujud penegakan kedaulatan. Sebab itu UU ini sangat penting untuk dapat diselesaikan oleh DPR. Undang-undang ini harus memuat apa konsep NKRI, batas kedaulatan nasional, apa yang merupakan yurisdiksi nasional, dan apa pula yang menjadi kewajiban-kewajiban internasional yang harus dipatuhi, harus memuat definisi yang jelas tentang batas, perbatasan, wilayah perbatasan dan tapal tapal batas wilayah, siapa yang dikenakan kewajiban menjadi leading sector dalam implementasi undang-undang batas wilayah NKRI ini.
Rabu, 19 Mei 2010
A. Tinjauan Sejarah
Semburan lumpur Kuwu diyakini sudah ada sejak era kerajaan-kerajaan Jawa pada masa lalu. Tak pasti kapan mulainya. Tidak ada catatan sejarah Bledug Kuwu di buku karya Empu Tantular ataupun Empu Prapanca. Satu-satunya sumber informasi adalah legenda tentang Joko Linglung. Menurut legenda itu, Bledug Kuwu terjadi pada abad ketujuh Masehi, pada masa Kerajaan Medang Kamolan. Waktu itu kerajaan diperintah oleh Raja Aji Saka setelah ia berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar, raja lalim yang gemar makan daging manusia.
Suatu hari, Aji Saka bertemu dengan seekor ular naga yang mengaku sebagai anaknya. Merasa tak pernah punya anak seekor naga, Aji Saka pun mengujinya. Ia hanya mau mengakuinya sebagai anak asalkan si naga sanggup mengalahkan musuh bebuyutan Aji Saka, yaitu bajul putih yang berada di Laut Selatan. Bajul putih itu tak lain adalah Dewata Cengkar yang malih rupa setelah dikalahkan Aji Saka.
Syarat itu dituruti oleh si naga. Ia pun pergi ke Laut Selatan. Setelah berhasil mengalahkan bajul putih, ia kembali ke Kerajaan Modang Kamolan. Untuk menuju ke sana, ia tidak melewati jalur darat tapi jalur bawah tanah. Karena di dalam tanah tidak ada rambu-rambu penunjuk jalan, si naga beberapa kali salah tempat ketika berusaha keluar dari perut bumi, sebelum akhirnya ia muncul di Kuwu.
Karena bolak-balik muncul di tempat salah, si naga itu dijuluki Joko Linglung. Tempat terakhir ia keluar di tanah Kuwu itulah yang kemudian menjadi Bledug Kuwu. Air yang keluar di situ terasa asin karena diyakini berasal dari Laut Selatan, mengalir lewat terowongan bekas jalan Joko Linglung. Tempat ini kemudian disebut Bledug karena semburan lumpurnya menimbulkan suara bledug-bledug yang dalam bahasa Jawa berarti letupan.
B. Spesifikasi Bledug Kuwu
Nama bledug kuwu diambil dari dua kata, yaitu bledug dan kuwu.
Kata bledug ledakan, meledak, berasal dari suara letupan “bledug-bledug” yang berbunyi secara terus menerus dalam waktu tertentu.
Dan nama kuwu / kawur lari, kabur, berhamburan,
Sehingga jika diartikan adalah ledakan lumpur yang berhamburan.
Bledug kuwu adalah sebuah kawah lumpur (mud volcanoes) yang terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah. Tempat ini dapat ditempuh kurang lebih 28 km ke arah timur dari kota Purwodadi. Bledug kuwu merupakan salah satu obyek wisata andalan di daerah ini, selain sumber api abadi Mrapen, dan Waduk Kedungombo. Letak geografisnya adalah 7°07′03.90″LS, 111°07′17.61″BT. Bledug kuwu ada sebelum zaman kerajaan mataram kuno, yaitu sekitar tahun 732 M – 928 M.
C. Lumpur Bledug Kuwu
Gejala alam yang menarik dari bledug kuwu ini adalah letupan-letupan lumpur yang mengandung garam dan berlangsung terus-menerus secara berkala, antara 2 dan 3 menit. Juga karena suaranya yang secara periodik meletupkan bunyi bledug (seperti meriam yang terdengar dari kejauhan) dari gelembung lumpur bersamaan dengan keluarnya asap, gas dan air garam. Melalui proses tersebut menjadikan daratan bledug yang dulunya berada didasar laut, sekarang menjadi daratan yang mempunyai ketinggian kurang lebih 53m dari permukaan laut. Luas arealnya 45 Ha dengan suhu minimum 31 derajat celcius.
Secara geologi, kawah lumpur Kuwu, sebagaimana kawah lumpur lainnya, adalah aktivitas pelepasan gas dari dalam teras bumi. Gas ini biasanya adalah metana. Kuwu adalah satu-satunya yang berlokasi di Jawa Tengah. Letupan-letupan lumpur yang terjadi biasanya membawa pula larutan kaya mineral dari bagian bawah lumpur ke atas.
Bledug Kuwu mempunyai keistimewaan tersendiri, apabila dilihat dari peta geologi bahwasanya tanah yang ada bledugnya adalah jenis Aluvial Plains (tanah endapatan atau tanah mengendap) bersamaan dengan meletupnya bledug, keluarlah uap, gas dan air garam. Suara bledug terjadi karena muntahnya kawah yang berupa lumpur dengan warna kelabu atau kelabu kehitam hitaman, tetapi kalau dicampur dengan air maka akan menjadi putih. Apabila diendapkan air endapan bledug kuwu adalah tanah kapur dan tepat sekali apabila disitu dulunya laut kemudian menjadi daratan, karena erosi dari gunung kapur sudah tentu tanah endapannya mengandung kapur.
Lumpur dari kawah ini airnya mengandung garam, oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk dipakai sebagai bahan pembuat garam bleng secara tradisional. Caranya adalah dengan menampung air dari bledug itu ke dalam glagah (bambu yang dibelah menjadi dua, lalu dikeringkan.
D. Lumpur Bledug Kuwu Vs Lumpur Sidoarjo
Dilihat dari peta, lokasi Bledug Kuwu jaraknya sekitar 200 km dari Sidoarjo. Tidak jelas apakah lumpur yang menyembur di Bledug Kuwu ini masih punya hubungan dengan lumpur yang menggenangi Porong Sidoarjo. Sejauh ini tidak ditemukan hubungan antara keduanya. Yang jelas, Bledug Kuwu tidak terjadi sebagai akibat proses pengeboran minyak bumi.
Jika dibandingkan dengan semburan lumpur di Sidoarjo, volume maupun kekuatan semburan lumpurnya tergolong sangat kecil. Di Porong, volume lumpur mencapai ribuan meter kubik per hari. Penambahan volume lumpur sanggup menjebol tanggul, menenggelamkan jalan tol, rumah demi rumah, hingga desa demi desa. Tapi di Kuwu, pertambahan volume air dan materi lumpur relatif tidak menambah luas tanah yang tergenang lumpur. Dari kejauhan, bagian tengah Bledug Kuwu tampak seperti telaga lumpur yang tenang dan sesekali meletup, seperti sedang mendidih.
Di Sidoarjo, titik semburan tidak bisa dilihat dari dekat. Kecuali petugas, kita hanya bisa melihatnya dari jauh, dari asap putih yang membubung tinggi dan terlihat dari jarak ratusan meter. Di Bledug Kuwu, pengunjung bisa menikmati pemandangan unik letupan lumpur dari menara pandang.
Letupannya terjadi secara periodik tiap beberapa menit. Tingginya hanya sekitar dua meter. Pada saat hujan, biasanya letupan menjadi lebih besar. Tingginya bisa mencapai lima meter. Suara bledugnya pun lebih keras. Sama seperti di Sidoarjo, letupan lumpur di Bledug Kuwu disertai semburan asap yang berwarna putih. Cuma, bubungan asapnya tidak setinggi di Sidoarjo. Baunya campuran antara metana dan sedikit bau belerang, mirip di Sidoarjo.
Jika ingin melihat lebih jelas, misalnya jika ingin memotret, pengunjung bisa mendekat ke arah letupan, dengan memanfaatkan jalan setapak yang permukaannya dicor dengan semen. Tidak bisa betul-betul dekat sebab semakin dekat dengan titik letupan, permukaan tanah semakin lembek. Sekilas, permukaan tanahnya tampak kering. Tapi begitu dipijak, ia akan menelan kaki pelan-pelan. Jika nekat, kaki bisa terperosok ke dalam lumpur. Dikarenakan tanah yang semakin dekat dengan letupan merupakan tanah berlumpur yang basah.
Sebagai sebuah fenomena geologi, proses terjadinya Bledug Kuwu masih belum bisa dipastikan. Yang ada hanya teori-teori. Salah satu kemungkinannya, menurut Rovicky Dwi Putrohari, anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia, dulu lokasi itu merupakan laut yang secara perlahan-lahan berubah menjadi daratan. Tentu saja proses ini tidak terjadi dalam hitungan beberapa tahun, tapi selama berabad-abad. Sebelum benar-benar menjadi daratan, wilayah itu menjadi daerah rawa lebih dulu.
Setelah menjadi daratan, air dan materi lumpur menembus permukaan tanah karena terdorong oleh gas rawa yang terperangkap di dalam tanah. Gas ini diproduksi terus-menerus di bawah perut bumi sehingga materi lumpur terus-menerus terdorong keluar. Ahli geologi menyebut fenomena alam ini sebagai mud volcano (gunung lumpur).
Fenomena gunung lumpur ini banyak dijumpai di belahan Bumi lain, bukan hanya di Porong Sidoarjo atau Bledug Kuwu. Biasanya fenomena ini berkaitan dengan adanya lapisan minyak dan gas bumi. Salah satu wilayah yang memiliki banyak titik gunung lumpur adalah Azerbaijan, sebuah negara di wilayah Eropa timur. Salah satu gunung lumpur di sana pada tahun 2001 bahkan pernah menyemburkan gas yang disertai dengan api setinggi 15 meter.
Menurut Rovicky, fenomena Bledug Kuwu ini sedikit berbeda dengan fenomena lumpur Porong dalam hal sumber panas. Panas lumpur Sidoarjo diduga sebagai akibat dari peristiwa hidrotermal. Maksudnya, lumpur Porong bersuhu tinggi karena di dalam tanah lumpur ini dipanaskan oleh magma Gunung Penanggungan yang terletak di daerah Malang-Pasuruan, dekat dengan titik semburan. Tapi, sekali lagi, ini pun masih sebatas dugaan yang masih sedang dikaji. Fenomena hidrotermal ini tidak terjadi di Bledug Kuwu. Lumpur yang keluar di sana tidak sepanas lumpur di Sidoarjo.
E. Daftar Pustaka
Journal from http://emshol.multiply.com. diakses pada tanggal 1 Mei 2010
Heryadi, eka, dkk. Fenomena Bledug Kuwu. Presentasi ITH Fenomena Bledug Kuwu.
http://persembahanku.wordpress.com. diakses pada tanggal 1 Mei 2010
Semburan lumpur Kuwu diyakini sudah ada sejak era kerajaan-kerajaan Jawa pada masa lalu. Tak pasti kapan mulainya. Tidak ada catatan sejarah Bledug Kuwu di buku karya Empu Tantular ataupun Empu Prapanca. Satu-satunya sumber informasi adalah legenda tentang Joko Linglung. Menurut legenda itu, Bledug Kuwu terjadi pada abad ketujuh Masehi, pada masa Kerajaan Medang Kamolan. Waktu itu kerajaan diperintah oleh Raja Aji Saka setelah ia berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar, raja lalim yang gemar makan daging manusia.
Suatu hari, Aji Saka bertemu dengan seekor ular naga yang mengaku sebagai anaknya. Merasa tak pernah punya anak seekor naga, Aji Saka pun mengujinya. Ia hanya mau mengakuinya sebagai anak asalkan si naga sanggup mengalahkan musuh bebuyutan Aji Saka, yaitu bajul putih yang berada di Laut Selatan. Bajul putih itu tak lain adalah Dewata Cengkar yang malih rupa setelah dikalahkan Aji Saka.
Syarat itu dituruti oleh si naga. Ia pun pergi ke Laut Selatan. Setelah berhasil mengalahkan bajul putih, ia kembali ke Kerajaan Modang Kamolan. Untuk menuju ke sana, ia tidak melewati jalur darat tapi jalur bawah tanah. Karena di dalam tanah tidak ada rambu-rambu penunjuk jalan, si naga beberapa kali salah tempat ketika berusaha keluar dari perut bumi, sebelum akhirnya ia muncul di Kuwu.
Karena bolak-balik muncul di tempat salah, si naga itu dijuluki Joko Linglung. Tempat terakhir ia keluar di tanah Kuwu itulah yang kemudian menjadi Bledug Kuwu. Air yang keluar di situ terasa asin karena diyakini berasal dari Laut Selatan, mengalir lewat terowongan bekas jalan Joko Linglung. Tempat ini kemudian disebut Bledug karena semburan lumpurnya menimbulkan suara bledug-bledug yang dalam bahasa Jawa berarti letupan.
B. Spesifikasi Bledug Kuwu
Nama bledug kuwu diambil dari dua kata, yaitu bledug dan kuwu.
Kata bledug ledakan, meledak, berasal dari suara letupan “bledug-bledug” yang berbunyi secara terus menerus dalam waktu tertentu.
Dan nama kuwu / kawur lari, kabur, berhamburan,
Sehingga jika diartikan adalah ledakan lumpur yang berhamburan.
Bledug kuwu adalah sebuah kawah lumpur (mud volcanoes) yang terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah. Tempat ini dapat ditempuh kurang lebih 28 km ke arah timur dari kota Purwodadi. Bledug kuwu merupakan salah satu obyek wisata andalan di daerah ini, selain sumber api abadi Mrapen, dan Waduk Kedungombo. Letak geografisnya adalah 7°07′03.90″LS, 111°07′17.61″BT. Bledug kuwu ada sebelum zaman kerajaan mataram kuno, yaitu sekitar tahun 732 M – 928 M.
C. Lumpur Bledug Kuwu
Gejala alam yang menarik dari bledug kuwu ini adalah letupan-letupan lumpur yang mengandung garam dan berlangsung terus-menerus secara berkala, antara 2 dan 3 menit. Juga karena suaranya yang secara periodik meletupkan bunyi bledug (seperti meriam yang terdengar dari kejauhan) dari gelembung lumpur bersamaan dengan keluarnya asap, gas dan air garam. Melalui proses tersebut menjadikan daratan bledug yang dulunya berada didasar laut, sekarang menjadi daratan yang mempunyai ketinggian kurang lebih 53m dari permukaan laut. Luas arealnya 45 Ha dengan suhu minimum 31 derajat celcius.
Secara geologi, kawah lumpur Kuwu, sebagaimana kawah lumpur lainnya, adalah aktivitas pelepasan gas dari dalam teras bumi. Gas ini biasanya adalah metana. Kuwu adalah satu-satunya yang berlokasi di Jawa Tengah. Letupan-letupan lumpur yang terjadi biasanya membawa pula larutan kaya mineral dari bagian bawah lumpur ke atas.
Bledug Kuwu mempunyai keistimewaan tersendiri, apabila dilihat dari peta geologi bahwasanya tanah yang ada bledugnya adalah jenis Aluvial Plains (tanah endapatan atau tanah mengendap) bersamaan dengan meletupnya bledug, keluarlah uap, gas dan air garam. Suara bledug terjadi karena muntahnya kawah yang berupa lumpur dengan warna kelabu atau kelabu kehitam hitaman, tetapi kalau dicampur dengan air maka akan menjadi putih. Apabila diendapkan air endapan bledug kuwu adalah tanah kapur dan tepat sekali apabila disitu dulunya laut kemudian menjadi daratan, karena erosi dari gunung kapur sudah tentu tanah endapannya mengandung kapur.
Lumpur dari kawah ini airnya mengandung garam, oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk dipakai sebagai bahan pembuat garam bleng secara tradisional. Caranya adalah dengan menampung air dari bledug itu ke dalam glagah (bambu yang dibelah menjadi dua, lalu dikeringkan.
D. Lumpur Bledug Kuwu Vs Lumpur Sidoarjo
Dilihat dari peta, lokasi Bledug Kuwu jaraknya sekitar 200 km dari Sidoarjo. Tidak jelas apakah lumpur yang menyembur di Bledug Kuwu ini masih punya hubungan dengan lumpur yang menggenangi Porong Sidoarjo. Sejauh ini tidak ditemukan hubungan antara keduanya. Yang jelas, Bledug Kuwu tidak terjadi sebagai akibat proses pengeboran minyak bumi.
Jika dibandingkan dengan semburan lumpur di Sidoarjo, volume maupun kekuatan semburan lumpurnya tergolong sangat kecil. Di Porong, volume lumpur mencapai ribuan meter kubik per hari. Penambahan volume lumpur sanggup menjebol tanggul, menenggelamkan jalan tol, rumah demi rumah, hingga desa demi desa. Tapi di Kuwu, pertambahan volume air dan materi lumpur relatif tidak menambah luas tanah yang tergenang lumpur. Dari kejauhan, bagian tengah Bledug Kuwu tampak seperti telaga lumpur yang tenang dan sesekali meletup, seperti sedang mendidih.
Di Sidoarjo, titik semburan tidak bisa dilihat dari dekat. Kecuali petugas, kita hanya bisa melihatnya dari jauh, dari asap putih yang membubung tinggi dan terlihat dari jarak ratusan meter. Di Bledug Kuwu, pengunjung bisa menikmati pemandangan unik letupan lumpur dari menara pandang.
Letupannya terjadi secara periodik tiap beberapa menit. Tingginya hanya sekitar dua meter. Pada saat hujan, biasanya letupan menjadi lebih besar. Tingginya bisa mencapai lima meter. Suara bledugnya pun lebih keras. Sama seperti di Sidoarjo, letupan lumpur di Bledug Kuwu disertai semburan asap yang berwarna putih. Cuma, bubungan asapnya tidak setinggi di Sidoarjo. Baunya campuran antara metana dan sedikit bau belerang, mirip di Sidoarjo.
Jika ingin melihat lebih jelas, misalnya jika ingin memotret, pengunjung bisa mendekat ke arah letupan, dengan memanfaatkan jalan setapak yang permukaannya dicor dengan semen. Tidak bisa betul-betul dekat sebab semakin dekat dengan titik letupan, permukaan tanah semakin lembek. Sekilas, permukaan tanahnya tampak kering. Tapi begitu dipijak, ia akan menelan kaki pelan-pelan. Jika nekat, kaki bisa terperosok ke dalam lumpur. Dikarenakan tanah yang semakin dekat dengan letupan merupakan tanah berlumpur yang basah.
Sebagai sebuah fenomena geologi, proses terjadinya Bledug Kuwu masih belum bisa dipastikan. Yang ada hanya teori-teori. Salah satu kemungkinannya, menurut Rovicky Dwi Putrohari, anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia, dulu lokasi itu merupakan laut yang secara perlahan-lahan berubah menjadi daratan. Tentu saja proses ini tidak terjadi dalam hitungan beberapa tahun, tapi selama berabad-abad. Sebelum benar-benar menjadi daratan, wilayah itu menjadi daerah rawa lebih dulu.
Setelah menjadi daratan, air dan materi lumpur menembus permukaan tanah karena terdorong oleh gas rawa yang terperangkap di dalam tanah. Gas ini diproduksi terus-menerus di bawah perut bumi sehingga materi lumpur terus-menerus terdorong keluar. Ahli geologi menyebut fenomena alam ini sebagai mud volcano (gunung lumpur).
Fenomena gunung lumpur ini banyak dijumpai di belahan Bumi lain, bukan hanya di Porong Sidoarjo atau Bledug Kuwu. Biasanya fenomena ini berkaitan dengan adanya lapisan minyak dan gas bumi. Salah satu wilayah yang memiliki banyak titik gunung lumpur adalah Azerbaijan, sebuah negara di wilayah Eropa timur. Salah satu gunung lumpur di sana pada tahun 2001 bahkan pernah menyemburkan gas yang disertai dengan api setinggi 15 meter.
Menurut Rovicky, fenomena Bledug Kuwu ini sedikit berbeda dengan fenomena lumpur Porong dalam hal sumber panas. Panas lumpur Sidoarjo diduga sebagai akibat dari peristiwa hidrotermal. Maksudnya, lumpur Porong bersuhu tinggi karena di dalam tanah lumpur ini dipanaskan oleh magma Gunung Penanggungan yang terletak di daerah Malang-Pasuruan, dekat dengan titik semburan. Tapi, sekali lagi, ini pun masih sebatas dugaan yang masih sedang dikaji. Fenomena hidrotermal ini tidak terjadi di Bledug Kuwu. Lumpur yang keluar di sana tidak sepanas lumpur di Sidoarjo.
E. Daftar Pustaka
Journal from http://emshol.multiply.com. diakses pada tanggal 1 Mei 2010
Heryadi, eka, dkk. Fenomena Bledug Kuwu. Presentasi ITH Fenomena Bledug Kuwu.
http://persembahanku.wordpress.com. diakses pada tanggal 1 Mei 2010
Langganan:
Postingan (Atom)